Jumat, 24 Februari 2012

Kisah Nyata Seberapa Besarkah Penghargaanmu Kepada Ibu

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan elektronik. 
Ada seorang pemuda bernama A be (bukna nama sebenarnya). Dia anak yang cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat wanita” yang mengenalnya. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.

Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat teman-teman kantornya senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan wanita-wanita jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.


Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepalanya terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini benar” seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah ibu kandung A be.

Walau demikian, sang ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga yang sehat lainnya. Membereskan pekerjaan rumah, membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci dan lain-lain. Ia juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu-satunya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya pemuda lainnya. Kondisi ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega bisnis yang bertanya siapa wanita cacat di rumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” Jawab A be.

Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hiidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, mencuci pakaian, menyiapkan segala keperluan yang biasanya dikerjakan oleh ibunya. Ditambah ia harus menyiapkan obat-obatan buat sang ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).

Hal ini membuat A be jadi BT (Bad Temper) dan uring-uringan di rumah. Pada saat ia mencari-cari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Pada foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar yang cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun.

Walupun sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud di samping ranjang sang ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibu pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan diungkit lagi.”
Setelah ibunya sembuh, A be bahkan berani membawa ibunya belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar