Minggu, 05 Februari 2012

Karena Panik

Karena Panik
Oleh Isa Alamsyah

Seorang pekerja bangunan yang sedang mengecat di lantai 4 tiba-tiba dikagetkan dengan seorang yang datang tergopoh-gopoh mendatanginya.
"Maman, Dedeh anakmu tertabrak di ujung jalan!"
Karena panik, pekerja itu memutuskan untuk loncat dari jendela lantai 4, apalagi dibawah gedung terdapat kolam yang cukup dalam. Lebih menyingkat waktu, pikirnya.
Melewati lantai 3, ia baru ingat bahwa ia tidak punya anak bernama Dedeh.
Melewati lantai 2, ia baru ingat bahwa ia tidak punya anak.
Melewati lantai 1, ia baru ingat bahwa ia belum menikah.
Byuuur...
Begitu mendarat di air, ia baru ingat bahwa namanya bukan Maman.

Puisi : Putih Abu-abu (Tentang Rasa)

Putih Abu – Abu ( Tentang Rasa )
Karya : Annis Khoiri Zakiya

Bak rasa cola bercampur dengan mint
Rasa yang kupunya
semenjak bersua dengan sahabat layaknya kalian

Manis . . .
Canda tawa bergeming menghiasi ruang kosong sudut sekolah
Diiringi suara alam, dan bisingnya kendaraan
Kita  bersenandung bersama
Senandung masa SMA
Mencurahkan rasa, asa, dan harapan
 

Puisi : Tentang Kalian

Tentang Kalian
Karya : Anjayani Sri Utami

Sore itu,teringat amanah seorang guru
Tuk torehkan tinta pada selembar kertas putih
Sekejap,terlintas kalian di anganku
Berjuta kejutan tentang kalian mengitari imajinasiku
Bisikan malaikat memaksa hasrat  tuk merangkai cerminan rasa di hati
 

Aku Bangga Anakku


“Hendak pergi kemana Bu?” tanya Irwan kepada seorang ibu yang duduk di sebelahnya saat perjalanan di dalam sebuah kereta api.

“Saya hendak ke Jakarta mas nengok anak saya yang nomor lima”, jawab ibu di sebelah Irwan tersebut.

“Anaknya kerja di Jakarta ya Bu? Kalau boleh tahu emang anak Ibu berapa?” tanya Irwan lagi.

“Anak saya lima. Yang di Jakarta ini yang paling kecil, baru dilantik jadi dokter dua bulan lalu”, jawabnya dengan rona senyum manisnya.

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu.
Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel, wajahnya tampak sedih.

Free Day

Kabut putih menyelimuti kota hari ini. Udara dingin menusuk tak seperti biasanya. Terang saja, mendung di pagi hari melayang sombong di langit seakan hari ini kelabu. Iya, kelabu. Kelabu yang datang hari ini untuk sebagian manusia yang rutin datang ke tempat itu. Tempat dimana banyak orang hanya menghabiskan waktu duduk dengan terpaksa, mungkin. Aku, bertengadah, tertegun meihat mendung yang seakan-akan serasi dengan perasaanku saat ini. Kelabu.

AYAAAM !

Dosen kalkulus Dia, yang punya blog ini berulah lagi. Kali ini disela mengajar, beliau menyisipkan sedikit lelucon yangbikin sebagian mahasiswanya ngakak guling-guling dan sebagian lagi terbengong-bengong tanda tak tahu hahaha.
Let’s check this laugh ! :D