Minggu, 05 Februari 2012

Free Day

Kabut putih menyelimuti kota hari ini. Udara dingin menusuk tak seperti biasanya. Terang saja, mendung di pagi hari melayang sombong di langit seakan hari ini kelabu. Iya, kelabu. Kelabu yang datang hari ini untuk sebagian manusia yang rutin datang ke tempat itu. Tempat dimana banyak orang hanya menghabiskan waktu duduk dengan terpaksa, mungkin. Aku, bertengadah, tertegun meihat mendung yang seakan-akan serasi dengan perasaanku saat ini. Kelabu.


Perlahan, aku berjalan, seperti biasanya. Tapi hari ini, tak seperti biasanya. Langkah berat menggiringku ke tempat tua itu. Aku tak tahu harus bagaimana lagi,perasaan kacau, dan penuh dengan kebingungan, otak bagai ranting pohon yang bercabang-cabang. Dan aku harap teman-teman seperjuanganku juga begitu, seperti aku.

Sampailah aku ke tempat yang sudah usang itu. Tempat yang sudah renta, dan harusnya direnovasi. Tapi dengan dalih aset negara, tidak ada renovasi yang terjadi. Buruk. Iya, ini yang membuat aku, dan sebagian teaman-temanku sering mengumpat di belakang, dan berharap ada “orang dalam” yang mendengar umpatan kita. Tidak begitu dengan tembok-tembok bangunan yang biasa dijadikan tempat berkumpul, tempat duduk, dan tempat untuk menerima coret-coretan dari kapur. Andai dia punya telinga, pasti sudah merah membara mendengar umpatan tiap hari dari aku, dan teman-temanku.

Dengan penuh rasa rendah diri dan perasaan berat yang menyelimuti, aku mulai menaiki tangga satu per satu, tangga yang sudah tiap harinya aku lewati. Sampai bosan rasanya. Sampai-sampai tahu ada berapa anak tangga yang ada disitu. Kurang kerjaan, mungkin. Sampai di ruangan pengap yang tidak ada estetika sama sekali. Hanya aksesoris alami seperti jaring laba-laba di langit-langit atap, coretan kapur di papan triplek yang tidak terhapus sepenuhnya, sehingga masih bisa terbaca tulisan yang kemarin. Tulisan dari seorang yang lebih tua dari aku dan lebih kejam dari aku. Iya, kejam. Memberikan sesuatu dalam jumlah banyak, yang sangat tidak mengenakkan di hati aku, dan teman-temanku. Lalu, dikembalikannya lagi yang telah diberikannya kemarin. Iya, hanya selembar kertas dengan tulisan kejam dari orang tua tersebut dengan sedikit tambahan coretan dari hasil otakku.

Aku, dan teman-temanku pun duduk. Iya, seperti pasar suasananya. Ribut sana-sini , terjadi destruktif suara yang membuat telingaku tak bekerja dengan normal mendengar apa saja yang sudah dikatakan teman-temanku tadi, satu per satu. Baris ke-3 dari depan. Iya , ini tempat duduk favoritku. Favorit, karena dari dulu aku memang duduk disini, dengan pandangan mata kanan yang nyaman memandang papan triplek yang ada di depan sana. Papan kejam. Tiba-tiba, terdengar suara kaki yang perlahan semakin keras menuju ruangan ini. Aku tebak itu pasti dia, iya dia-orangtua kejam dengan kemeja biru muda dan celana hitam panjang memakai kacamata dengan rambut putih tipis yang masih bisa menutupi kepalanya yang botak.

“Permisi . .” 

orang itu masuk. Dan seketika itu, fikiranku buyar bukan dia. Bukan. Ternyata hanya petugas TU yang bekerja disini.

“e, untuk hari ini, pak dosen tidak bisa mengajar. Dia sedang ada seminar di Bali. Tolong ini absen dulu saja, langsung kalian boleh pulang”

Seperti tersambar petir di pagi hari. Bukan sakit yang dirasakan. Tapi rasa luar biasa bahagia menggelayuti hatiku, diriku. Apakah ini benar ? oh Tuhan, terimakasih.

Aku pun langsung tanda tangan dan keluar dari ruangan pengap itu dengan tersenyum lebar. Langkah yang berat seketika hilang. Dan meskipun awan masih mendung, tapi menurutku sudah terlihat cerah seperti biasanya. Hari ini, yang sebenarnya hari kejam, karena akan ada kuis dari pak dosen kejam dan tadi malam, bodohnya aku malah tidak belajar dan santai-santai sambil membaca cerpen yang menurutku lebih mengasyikkan. Dan ternyata, hari ini aku beruntung. Tak ada kuis dan yang paling penting, tak ada kuliah. Dan dengan penuh rasa kegembiraan, aku bilang “YEAH, IT’S FRIDAY AND IT IS FREE DAY !!! “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar