Minggu, 01 April 2012

Mirip dia


Pagi kali ini memang seperti pagi-pagi kemarin. Hanya satu yang membedakan pagi ini dengan pagi-pagi sebelumnya. Iya benar, sekarang sudah tidak ada lagi kata-kata pembuka pagi darimu yang biasa kamu kirimkan kepadaku. Tak ada. Hanya bisikan embun yang berbisik lirih di jendela kamar ini. Jalan St. Averous 77 ini aku berjalan pelan menyusuri ramainya kota, meskipun yang bisa kurasakan hanyalah kesunyian. Iya, kesunyian diri yang sekarang mulai menyelimuti hati, lagi. 


Gedung kampus itu masih berjarak 500 meter dari langkah ini. Tapi semakin berat rasanya untuk mendekat ke gedung itu. Entah. Apakah ada inhibitor alami yang menyebabkan aku terhambat untuk melangkah ? atau apakah memang ada semacam gaya magnet yang sejenis antara aku dengan gedung itu sehingga aku tertolak untuk mendekat olehnya ? atau ada dia, yang sekarang telah bebas terbang melayang tanpaku. Entah. 

“Hei Har, udah ngerjain PR Kalkulus 12.4 belum ?” tanya danny, teman sekelasku yang biasa duduk didepanku.

Dia termasuk anak yang bisa dibilang nerd. Apapun yang ada di otaknya hanyalah sempit, mengenai akademis tanpa ada yang lain. Tak heran jika dia mendapat IP 3,6 di semester 3 lalu.

“Udah, tapi belum semuanya. Aku ga bisa yang no.8, sepertinya itu butuh pemahaman konsep dulu dan aku juga kurang menguasai materi yang itu, bisa ajarin ga ?”

“Oh, tentu.”

Begitulah sample kehidupanku di kampus, di kelas. Nothing special. It’s damn rule when you must study at 7 AM and go home at 6 PM.

“Har, ntar ajarin gue Fisika lagi ya. Gue tunggu di perpus ntar abis kuliah, oke”  kata teman baruku, yang belakangan ku tahu namanya Rachel.

Sebelumnya, waktu aku kenalan dengannya, kita ga tanya nama soalnya bukan momen yang tepat buat tanya seperti itu. Iya, itu pas kita ketemu di perpus. Saat itu, aku sedang “terpaksa” belajar fisika buat UTS jumat depan. Tiba-tiba seorang wanita duduk tepat di depanku. T-Shirt biru bergambar kucing dan celana jeans yang saat itu dia pakai. Kesan pertamaku simple, dia lumayan cantik. Sebelum dia duduk di depanku, memang udah dari tadi dia sibuk baca komik di meja belakang kanan no.2 .

“Eh, lagi belajar fisika ya ?” tanya dia tiba-tiba. Tersentak aku.

“E..E...iya ,ada apa ?” jawabku gugup, dan spontan.

“Ajarin gue dong , gue ga bisa nih, soalnya dosennya tuh ga jelas ngajarnya, bisa kan ? “

“E...E... sebisa ku ya”

“Sip. Gapapa “

Dan kitapun akhirnya belajar fisika bersama-sama. Dan beberapa saat kemudian,

“Halo “

 Rachel mendapat telefon. Entah siapa orang yang menelfon itu dan itu membuatku sedikit kesal. Entah kenapa. Setelah dia selesai menerima telfon itu,

“Eh, maaf banget nih, gue lagi ada urusan. Kapan-kapan ajarin gue lagi ya, ok?”

“Oke sip”

Begitulah. Tanpa ada tendensi apapun, dia langsung seperti itu. Kaget pada w=awlnya, tapi aku menikmatinya. Entahlah.

Setelah ritual harian di kampus selesai, aku segera ke perpus untuk memenuhi janjiku ke Rachel.
 Dan Rachel pun datang dengan wajah seperti mahasiswa biasanya, penuh dengan aroma tekanan akademis.

“Hei Har ! udah lama lu disini ?”

“Belum, ini juga lagi kelar tadi hehe”

“Oh, emm sekarang belajar yang gelombang elektromagnetik yuk !”

“Sip !”

Dan kita pun seperti kebanyakan mahasiswa-mahasiswa lain di perpus. Duduk berhadap-hadapan dengan hiasan buku, pena dan Halliday di meja, menambah kesan harmonis ala mahasiswa.

Setelah memori otak dirasa sudah terpenuhi dan suhu di otak sudah melebihi ambang batas normal, maka kita putuskan untuk pulang. Perjumpaan aku dengan Rachel untuk hari ini pun selesai. Tiada kesan berarti yang terhempas. Tiada sesuatu hal yang bisa membuatku bilang Wah hari ini. Tapi, ada satu hal yang terus saja muncul dalam benakku dan selalu saja ku katakan dalam hati, 

wangi rambutmu, mirip seperti wangi rambut dia, dia yang sudah tertato dalam hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar